Di sebuah dunia penuh drama bernama Kehidupan Sehari-hari, ada seorang pejuang migrain bernama Didi.
Suatu sore yang mendung dan penuh jebakan deadline, Didi ngerasa ada suara genderang mini ditabuh-tabuh di dalam kepalanya. Bukan marching band, tapi rasanya kayak pasukan orkestra ambyar yang lagi latihan tanpa konduktor.

Begitu migrain mulai menyapa, Didi langsung ngelakuin refleks pertama yang… salah total: Ngopi.

Ini namanya “Insting Kacau” – Ketika otak udah error, keputusan juga ikut-ikutan belok.

Padahal, minum kopi pas migrain tuh ibarat menyiram bensin ke api unggun. Bukannya padam, malah makin menyala-nyala. Kafein memang kadang bisa bantu, tapi seringnya bikin pembuluh darah makin ngamuk. Jadilah Didi malah makin pusing tujuh keliling, kayak disuruh muter di komidi putar tanpa tiket keluar.

Lalu Didi mikir, “Ah, mungkin gue butuh refreshing. Keluar, jalan-jalan sebentar.”

Dengan kepala berat, Didi malah nekad ke mall, yang tentu saja penuh lampu LED terang benderang dan suara musik jedag-jedug.

Ini namanya “Mencari Mati dengan Cara Estetik” – Alih-alih cari ketenangan, malah nambah derita.

Kalau kamu lagi migrain, hal pertama yang harus dihindari tuh justru tempat bising dan lampu terang.
Cahaya menyilaukan dan suara keras bisa memperparah migrain kayak ngegas motor di tanjakan. Yang harusnya istirahat, malah dapet bonus migrain edisi super.

Belum selesai, Didi lanjut ke kesalahan berikutnya.
Dia mikir, “Mungkin gue lapar. Beli mie instan pedes level 10, ah.”

Ini namanya “Bunuh Diri Sensorik” – Menyiksa diri sendiri dengan cara yang sungguh kreatif.

Makanan pedas, makanan olahan, dan makanan yang mengandung MSG tinggi itu musuh bebuyutan penderita migrain. Tubuh yang udah stress malah makin kejang, pembuluh darah protes keras, dan kepala jadi makin terasa kayak dipelintir.

Setelah mie habis, Didi baru ngerasa:
“Kayaknya butuh tidur deh… Tapi bentar, scroll TikTok dulu satu video.”

Satu video, dua video, tiga jam berlalu.

Ini namanya “Self Sabotage” – Menghancurkan diri sendiri dengan alasan hiburan.

Paparan layar HP atau laptop yang terlalu lama bikin radiasi cahaya biru nembak langsung ke otak. Akibatnya? Migrain bukannya pulih, malah nambah level kayak game RPG: semakin berat, semakin menyeramkan.

Baru setelah rebahan, pusing setengah mati, dan drama hidupnya mencapai klimaks, Didi sadar:
“Mungkin ada baiknya gue diem aja, gelapin kamar, dan tidur beneran…”

Nah, di situlah pelajaran hidup Didi dimulai.

Kalau migrain menyerang, ada beberapa golden rules yang sebenernya simpel banget, tapi sering dilanggar, yaitu:

  • Jangan ngopi atau minum alkohol. Kecuali pengen ngerasain konser orkestra di dalam kepala.
  • Jangan ke tempat rame, berisik, dan penuh cahaya terang. Ini bukan waktu yang pas buat party.
  • Jangan makan sembarangan, apalagi yang pedas, asin, dan banyak pengawet. Pencernaan kamu juga lagi sensi, bro.
  • Jangan melototin layar HP, laptop, TV, atau apapun yang bikin mata capek. HP itu bukan obat migrain, sumpah.
  • Jangan maksain diri kerja keras atau olahraga berat. Ini waktunya slow living, bukan maraton.

Kadang, solusi paling manjur justru hal yang paling sederhana: minum air putih, cari kamar gelap, rebahan, pasang aroma terapi, dan tidur dalam damai.

Ini namanya “Back to Basic” – Balik ke kebutuhan dasar tubuh: istirahat.

Tapi tunggu dulu. Ada satu kesalahan lagi yang sering banget terjadi saat migrain: Nggak minum obat.

Didi dulu berpikir, “Ah, biarin aja sembuh sendiri, nanti juga ilang.”
Padahal, nahan sakit migrain tanpa obat itu sama kayak nonton film horor sendirian tengah malam sambil berharap nggak takut. Mau sekeren apapun kamu, badan tetap butuh bantuan.

Minum obat migrain ringan kayak ibuprofen atau paracetamol secepat mungkin saat gejala pertama muncul bisa mencegah migrain berubah jadi drama Korea 16 episode.
Ingat: mencegah lebih baik daripada meratapi nasib di kasur sambil menyesal kenapa tadi nggak langsung minum obat.

Setelah melewati hari yang penuh kesalahan itu, Didi akhirnya paham:
Migrain bukan musuh yang bisa diajak negosiasi.
Migrain itu kayak bos mafia – sekali marah, semua anak buahnya (alias pembuluh darah, saraf, hormon) langsung ikut ngamuk.
Jadi kalau mau selamat, harus tahu cara hormat yang bener.

Akhirnya, malam itu Didi tidur di kamar gelap, tanpa HP, tanpa kopi, tanpa mie pedas.
Dan ajaib… besok paginya, dia bangun dengan kepala lebih ringan, badan lebih segar, dan tekad baru:

“Kalau migrain datang lagi, gue udah tahu caranya: jangan ngelawan pakai gaya sok kuat. Hadapi dengan cerdas.”

Ini namanya “Survival Skills” – Bertahan hidup itu soal ngerti kapan harus beraksi, kapan harus pasrah.

Dan buat kamu yang lagi migrain…
Jangan kayak Didi, ya.

Kalau mau, mau sekalian saya buatkan satu lagi versi lain supaya kamu bisa pilih mana yang paling cocok?

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *