Di sebuah rumah mungil di pinggiran kota yang selalu mendung walau siang bolong, tinggallah seorang ibu rumah tangga bernama Bu Yani. Rumahnya manis, dindingnya putih, tapi… ada satu masalah: dinding belakang rumahnya itu hobi banget ngeluarin aroma khas “lemari nenek-nenek”. Lembabnya ngalahin gua bawah tanah. Bahkan, tembok dapurnya mulai tumbuh jamur bentuknya mirip peta dunia.

Suaminya, Pak Wawan, udah pasrah. “Mau diapain juga, cuaca memang udah begini,” katanya. Ini namanya “Surrender Mentality” – pasrah sebelum perang dimulai.

Tapi Bu Yani nggak mau kalah. Suatu malam, sambil ngelap dinding yang ngembun kayak kaca mobil habis hujan, dia nanya ke grup WA ibu-ibu RT: “Bu-ibu, ada yang tahu enggak, biar rumah nggak lembab, pakai apa ya?”

Muncullah berbagai jawaban yang… ya gitu deh.

Ada yang bilang:
“Taruh garam di sudut ruangan. Katanya bisa nyerap kelembaban.”
Ini namanya “Folk Science” – ilmu warisan turun-temurun, belum tentu bener, tapi dicoba dulu aja.

Yang lain nyaranin beli arang.
“Beneran, Bu. Arang itu nyerap air di udara. Saya pernah coba, dapur saya kering kayak gurun.”
Ini “Low Budget Innovation” – solusi hemat buat masalah rumit.

Tapi yang paling niat adalah Bu Erni, si Ratu Shopee RT 07.
“Beli dehumidifier, Bu! Saya punya dua. Satu buat kamar anak, satu lagi di ruang tamu. Waktu hujan, yang lain panik, saya malah nonton drakor sambil ngisep udara kering!”

Bu Yani langsung nyatet: Dehumidifier. Ini baru “High Tech Solution” – teknologi canggih demi kenyamanan hidup.

Besoknya, Bu Yani pun berdiri di toko elektronik, ngecek harga dehumidifier. Begitu lihat label harga:
“Rp 2.500.000”
Dia refleks ngomong pelan, “Ini mesin hisap air atau mesin hisap tabungan?”

Akhirnya dia balik ke rumah dengan plastik isi… garam dapur dan arang batok.
Ini namanya “Back to Basic” – kalau dompet nggak mendukung, kembali ke solusi nenek moyang.

Dia taruh arang di toples kecil, sebar di pojok ruangan, dan mulai misi nyelipin garam di bawah lemari. Hasilnya? Tiga hari kemudian, dinding masih lembab… tapi toples arang berubah jadi kayak spons basah.
Artinya: berfungsi!

Lalu datanglah tetangganya, Mas Aris, tukang bangunan yang punya pengalaman hidup di rumah petak selama 15 tahun. Dia lihat ke arah dinding dan cuma ngomong,
“Ventilasinya kurang, Bu. Udara enggak muter. Buka jendela pagi-siang. Pasang exhaust fan kalau bisa.”
Ini “Old But Gold Advice” – saran klasik yang sering diabaikan tapi paling jitu.

Bu Yani akhirnya sadar, perangnya bukan cuma lawan air di udara, tapi juga lawan kebiasaan. Biasanya dia tutup jendela rapat biar nggak ada debu. Sekarang, setiap pagi, dia buka lebar-lebar. Sambil nyapu, dia serasa jadi pembawa acara home tour di TV:
“Dan ini adalah ventilasi alami saya. Fresh from nature!”

Anaknya sempat protes, “Ma, dingin anginnya.”
Tapi Bu Yani jawab,
“Daripada dingin di rumah sakit gara-gara jamur paru-paru?”

Ini namanya “Mom Logic” – nggak bisa dibantah, karena ujungnya selalu soal kesehatan dan masa depan anak.

Sebulan berlalu, rumah Bu Yani mulai berubah. Dindingnya nggak basah lagi, baju di lemari wangi terus, dan sepatu suaminya udah nggak jamuran.
Pak Wawan sampai nyeletuk:
“Rumah kita sekarang lebih kering dari dompet aku di tanggal tua.”
Ini “Dry Humor” – lelucon dari penderitaan nyata.

Dari kisah Bu Yani, kita belajar bahwa ngusir lembab itu bukan cuma soal beli alat mahal. Tapi soal strategi, kebiasaan, dan sedikit kreativitas ibu-ibu Indonesia yang luar biasa.

Jadi, kalau kamu nanya, “Agar ruangan tidak lembab pakai apa?”
Jawabannya bisa panjang.
Pakai arang bisa. Garam juga bisa. Dehumidifier lebih mantap. Tapi yang paling penting: pakai akal sehat dan kemauan buat berubah.

Karena ruangan lembab itu bukan kutukan, cuma alarm bahwa kita perlu berteman lebih akrab dengan udara.

Dan kalau bisa dibikin kering tanpa bikin dompet basah, kenapa enggak?

Kalau kamu sedang duduk di pojokan kamar sambil nyium bau tembok apek, mungkin inilah saatnya kamu bertanya ke diri sendiri:

“Udah buka jendela hari ini?”

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *