Di suatu sore yang mendung dan agak sendu, seorang ibu muda bernama Rina berdiri di ruang tamunya, menatap dinding rumah yang mulai kusam. Di tangannya, tergenggam gulungan wallpaper bermotif daun monstera, yang katanya “lagi hits banget” di Instagram.

Rina menghela napas panjang.
“Kalau dinding ini bisa ngomong, pasti dia udah teriak minta spa,” gumamnya.

Masalahnya satu: dindingnya lembab.

Ini bukan lembab biasa, tapi tipe lembab yang tiap kali habis hujan, dia kayak nyedot air lebih rakus dari spons. Kadang sampai muncul bercak-bercak kayak peta dunia. Hari ini Afrika, besok Australia.

Tapi Rina sudah kadung jatuh cinta sama wallpaper itu. Jadi dia panggil suaminya yang hobi DIY setengah hati.

“Mas, kita tempel ini yuk! Biar rumah kayak di Pinterest!”

Suaminya langsung ngelirik ke arah dinding.
“Yang ini? Yang kalau kita tempelin stiker es krim, besoknya berubah jadi bubur?”

Ini namanya “Critical Thinking Husband Edition” – Selalu skeptis sebelum ngeluarin tenaga.

Tapi karena cinta dan sedikit takut tidur di sofa, akhirnya dia setuju. Mereka pun mulai beraksi. Lem dioles, wallpaper ditekan pelan-pelan. Awalnya rapi. Cantik. Instagramable. Tapi tiga hari kemudian…

Wallpaper-nya ngelupas.

Bukan cuma ngelupas, tapi juga bergelembung. Motif daunnya jadi kayak habis disetrika pakai uap. Dindingnya malah makin sedih.

Rina bengong.
“Mas, kenapa sih?! Padahal lemnya mahal!”

Dan di sinilah muncul pencerahan:

Tembok lembab itu musuh alami wallpaper.

Ini namanya “Moisture vs. Aesthetic” – Ketika gaya bertabrakan dengan kenyataan.

Ternyata, dinding lembab menyebabkan permukaan jadi nggak stabil. Lem susah nempel, dan kertas wallpaper mudah menyerap air. Akibatnya? Wallpaper jadi rusak, berjamur, dan bisa bikin dinding tambah parah.

Dan di situlah mereka sadar, bahwa…

“Nggak semua hal cantik bisa langsung ditempel ke hidup kita. Kadang, kita harus beresin dasarnya dulu.”

Ini namanya “Inner Healing for Walls” – Dinding juga butuh perawatan dalam, bukan sekadar hiasan luar.

Akhirnya, Rina dan suaminya mulai misi baru: mengeringkan dinding.

Langkah pertama: Cari penyebab kelembapan.
Ternyata air merembes dari luar karena lapisan cat luarnya udah tua. Jadi mereka lapisi ulang dinding luar rumah pakai waterproof coating. Ya, lumayan keluar budget. Tapi lebih murah daripada pasang wallpaper tiap minggu.

Langkah kedua: Tingkatkan ventilasi.
Jendela dibuka tiap pagi. Exhaust fan dinyalakan. Bahkan, mereka beli alat pengering udara kecil. Ibaratnya, rumah ini dikasih napas yang lebih lega.

Langkah ketiga: Biarkan dinding kering sepenuhnya.
Bukan sehari dua hari. Tapi seminggu lebih. Jangan terburu-buru. Soalnya kalau belum kering total, wallpaper bakal ngambek lagi.

Ini namanya “Patience Investment” – Sabar sekarang, puas kemudian.

Dan setelah semua proses itu, barulah Rina bisa tempel wallpaper kesayangannya. Kali ini, hasilnya rapi, tahan lama, dan nggak ada lagi motif gelembung-gelembung tragis.

Dan rumah mereka? Berubah total. Bukan karena wallpaper-nya doang, tapi karena usaha mereka berdua memperbaiki dasar sebelum menghias permukaan.

Rina pun belajar satu hal:

“Percuma cantik di luar kalau dalemnya masih basah kuyup sama masalah.”

Ini bukan cuma soal dinding. Tapi soal hidup juga.

Kadang kita pengen kelihatan keren, gaya, dan ‘rapi’ di mata orang. Tapi kalau fondasi kita—hati, pikiran, atau perasaan—masih lembab karena luka lama, ya susah. Topeng bisa jatuh. Wallpaper bisa ngelupas. Dan yang tersisa… cuma noda yang makin kelihatan.

Jadi, kalau kamu nanya:

“Tembok lembab apa bisa dipasang wallpaper?”
Jawabannya: BISA, tapi setelah disembuhin.

Karena dinding itu kayak hidup. Butuh waktu. Butuh perhatian. Dan kadang, perlu ditelanjangi dulu supaya bisa dibangun ulang dengan cara yang lebih baik.

Ini namanya:

“The Wallpaper Wisdom” – Hiasan terbaik adalah yang ditempel di dasar yang sehat.

Dan bonusnya? Rina dan suaminya sekarang jadi ahli dinding dadakan. Tiap ada yang datang ke rumah dan bilang,
“Wah, wallpaper-nya bagus banget ya!”
Mereka cuma senyum dan dalam hati bilang:

“Kalau kamu tahu perjuangannya…”

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *