Di sebuah kota bernama Pusingland, hiduplah seorang ibu rumah tangga bernama Bu Nani. Pagi-pagi buta, sebelum ayam sempat ngopi, Bu Nani sudah bangun. Tapi bukan karena semangat, melainkan karena… migrain.
“Ya Allah… kepala gue rasanya kayak dihantam utang KPR 30 tahun!” jerit Bu Nani sambil meraba pelipis.
Ini namanya “Morning Misery” – Pagi yang indah dirusak oleh denyut kepala.
Suaminya, Pak Darto, yang lagi ngaduk kopi sambil scroll TikTok, langsung nyeletuk, “Minum obat aja, Bu!”
Bu Nani melotot, “Obat? Setiap migrain, selalu obat! Kepala saya butuh kasih sayang, bukan sekadar paracetamol!”
Ini namanya “Seeking Emotional Cure” – Kadang yang sakit bukan cuma kepala, tapi juga hati.
Karena sudah muak dengan pil-pil putih, Bu Nani pun memutuskan untuk konsultasi ke seorang “pakar” migrain terkenal di kompleksnya: Mbak Siska, tetangga sebelah yang suka pakai masker spirulina dan percaya lemon bisa nyembuhin semua penyakit, bahkan patah hati.
“Bu Nani, migrain itu bukan penyakit biasa. Itu panggilan alam! Tubuh lagi ngajak ngobrol!” kata Mbak Siska sambil ngolesin balsem ke pelipis.
Ini namanya “Holistic Halu” – Saat logika dan mistis bergandengan tangan.
“Coba deh, Bu. Tiap bangun tidur minum air jahe, meditasi, dan jangan main HP sampe jam 10 pagi. Kalau masih migrain juga, mungkin itu karma.”
Ini namanya “Trial and Terror” – Nyoba semua saran tanpa tahu efek sampingnya.
Tiga hari berturut-turut Bu Nani nurut. Air jahe? Oke. Meditasi? Siap. Puasa HP? Hampir gagal, tapi bertahan. Hasilnya?

Migrainnya tetap datang, tapi sekarang dia juga jadi kedinginan dan cemas karena terlalu banyak mikir.
Akhirnya, Bu Nani pun menyerah. Dia memutuskan pergi ke klinik. Dokter muda, wajah glowing, senyum 35 watt, menyambutnya.
“Bu, migrain itu bisa disebabkan oleh berbagai hal. Pola makan, stres, hormon, bahkan lampu LED terlalu terang juga bisa memicu,” kata si dokter sambil nyoret-nyoret resep.
Bu Nani langsung bengong. “Loh, jadi bukan karena kurang minum air lemon?”
Dokternya senyum diplomatis. “Yaa… lemon boleh. Tapi bukan obat utama. Migrain itu kayak mantan toxic. Harus dicari akar masalahnya, bukan ditutup-tutupin terus.”
Ini namanya “Root Cause Revelation” – Cari penyebab, bukan cuma obatin gejala.
Jadi, migrain bisa disembuhkan dengan apa?
Jawabannya ternyata bukan cuma satu.
Kadang, migrain bisa sembuh cuma karena lo tidur cukup. Kadang karena lo akhirnya berhenti kerja bareng bos menyebalkan. Kadang juga karena lo berhenti diet ekstrem yang isinya cuma makan rumput dan air putih.
Ini namanya “Lifestyle Healing” – Hidup sehat, kepala pun ikutan waras.
Ada juga orang yang sembuh setelah terapi akupuntur, yoga, atau pijat refleksi. Ada yang cocok dengan obat resep dokter, ada juga yang migrainnya ilang begitu pindah rumah dari jalan utama ke komplek yang adem.
Dan jangan lupa, migrain juga bisa sembuh karena akhirnya lo belajar bilang “nggak” ke orang-orang yang bikin stres.
Ini namanya “Mental Detox” – Bebasin pikiran dari racun sosial.
Tapi yang paling lucu? Ternyata ada orang yang migrainnya sembuh karena… jatuh cinta.
Iya, cinta. Si Ibu Rani, tetangga kompleks, dulunya langganan migrain. Tapi sejak kenal Pak Surya, duda keren penggemar tanaman hias, dia mendadak sehat walafiat.
“Entah kenapa ya, kepala saya yang dulu tiap hari cenut-cenut, sekarang malah cenat-cenut… tapi karena kangen,” katanya sambil cekikikan.
Ini namanya “Heart Therapy” – Kadang obat paling ampuh bukan di apotek, tapi di hati.
Kesimpulannya?
Migrain memang bisa bikin hidup berantakan. Tapi penyembuhannya nggak bisa digeneralisasi. Beda orang, beda pemicu, beda solusi.
Jadi kalau kamu tanya, “Migrain bisa disembuhkan dengan apa?”
Jawaban paling jujurnya: dengan jujur sama diri sendiri.
Kalau stres, ya istirahat. Kalau kurang tidur, ya tidur. Kalau makan nggak bener, ya perbaiki. Dan kalau orang-orang sekitar bikin kamu migrain… ya mungkin udah saatnya kamu migrain-in mereka balik, biar tahu rasa!
Ini namanya “Reverse Migraine Strategy” – Kasih rasa sakit yang adil dan merata.
Akhirnya, Bu Nani pun menemukan racikan penyembuh migrainnya sendiri: tidur cukup, sarapan yang bener, dan nonton drama Korea genre healing.
Dan Pak Darto? Dia juga belajar satu hal penting: kalau istri lagi migrain, jangan banyak omong. Bikin teh manis, peluk dari belakang, dan bisikkan kata-kata yang bikin migrain langsung kabur.
“Sayang… kamu cantik banget walau lagi cenut-cenut.”
Ini namanya “Love as Analgesic” – Cinta bisa jadi obat mujarab, asal dosisnya pas.
Jadi, migrain bisa disembuhkan dengan apa?
Dengan jadi manusia yang lebih santai, lebih peduli, dan lebih peka. Kadang kepala cuma butuh ditenangkan, bukan dibedakin pil.
Dan kalau lo masih keras kepala nanya, “Obatnya apa?”
Jawabannya tetap satu:
Cinta, teh jahe, dan… jangan scroll berita gosip pas bangun tidur.
Itu biang migrain sejati.
Mau kamu percaya atau enggak, yang penting sekarang: kamu masih cenut-cenut atau udah senyum-senyum?