Ada satu pertanyaan yang sering mampir, biasanya dengan ekspresi wajah nyut-nyutan:
“Migrain tuh bisa dipijat di mana sih?”
Dan anehnya…
Setiap kali ditanya begitu, entah kenapa saya malah pengen jawab,
“Yang bisa dipijat tuh bukan cuma migrain, hati juga perlu sesekali dipijat… sama keikhlasan.”
Tapi ya, balik ke topik. Migrain itu sakit kepala kelas berat. Bukan sakit kepala biasa yang bisa reda hanya dengan rebahan di kasur sambil scroll TikTok. Migrain kadang datang diam-diam, terus nancep kayak mantan yang tiba-tiba muncul di story pas kita udah move on.
Nah, soal pijat memijat ini, ceritanya dimulai dari satu kejadian random di rumah Mbak Darmi, tetangga depan yang juga dikenal sebagai “dokter alternatif dadakan”. Punya koleksi minyak gosok dari jaman Orde Baru, dan kemampuan membaca aura dari garis tangan sebelah kiri.
Suatu sore, saya mampir ke rumahnya, niatnya cuma mau numpang nge-charge HP karena mati listrik. Tapi yang saya dapet malah sesi terapi kilat karena saya nggak sengaja bilang,
“Duh mbak, kepala saya cenat-cenut nih, kayak ada genderang dipukul dari dalam.”
Mbak Darmi langsung gercep. Ditariknya tangan saya, ditepuk-nepuk pelan, terus dia bilang,
“Itu bukan cenat-cenut biasa. Itu migrain. Sini, saya pijetin titik yang nyambung ke syaraf pusat peradaban.”

Saya sempat berpikir, “Ini saya mau dipijat atau dibawa ke masa lalu?”
Tapi ya sudah, saya pasrah. Dan entah kekuatan sugesti atau memang ada hubungannya, setelah dia memijat beberapa titik—di antaranya pelipis, bagian bawah tengkorak dekat leher, lalu titik di antara ibu jari dan telunjuk—rasa cenat-cenut itu mulai mereda.
Katanya,
“Pijat pelipis itu bagus buat redain tekanan. Leher bagian belakang tuh pusat syaraf. Dan titik di tangan itu? Namanya hegu, bisa bantu migrain sama nyeri haid juga. Multifungsi!”
Saya cuma manggut-manggut, walau dalam hati mikir, “Kok mirip colokan universal ya…”
Tapi ternyata setelah ngobrol sama beberapa teman, titik-titik pijat yang disebut Mbak Darmi itu… beneran nyata! Bahkan ada namanya di dunia medis: titik akupresur.
Dan ini bukan sulap, bukan juga ilusi.
Contohnya:
- Titik pelipis (atau disebut juga Taiyang), dipijat perlahan bisa meredakan nyeri karena aliran darah ke otak jadi lebih lancar.
- Leher bagian bawah tengkorak, atau dikenal sebagai titik Fengchi, berfungsi untuk merilekskan otot dan mengurangi tekanan kepala.
- Titik hegu (LI4) di tangan bisa membantu nyeri secara umum, termasuk migrain.
Dan ya, semua titik itu ternyata sering digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok sejak ribuan tahun lalu. Sesuatu yang sering kita anggap mistis, ternyata… ada dasar ilmiahnya.
Tapi…
Lucunya, yang bikin saya makin mikir adalah saat Mbak Darmi nyeletuk setelah selesai sesi pijat:
“Kadang migrain itu bukan cuma karena fisik. Tapi karena terlalu banyak mikir yang gak penting.”
Saya kaget.
“Lho, kok tau, Mbak?”
Dia cuma nyengir sambil nambahin minyak kayu putih ke punggung saya,
“Pikiran itu kayak mesin. Kalo dipaksa jalan terus, ya overheat. Kadang solusinya bukan dicari, tapi ditenangkan.”
Dan di titik itulah saya sadar…
Migrain yang bisa dipijat bukan cuma lewat titik-titik akupresur tadi.
Tapi juga lewat pelan-pelan memijit cara kita berpikir.
Kita sering mikirin hal-hal yang gak bisa kita kontrol.
Ngoyo ngejar validasi dari orang yang bahkan gak ngerti perjuangan kita.
Kepala kita nyut-nyutan bukan karena kurang minum air putih, tapi karena terlalu haus pengakuan.
Jadi, kalau kamu lagi migrain, coba tanya dulu ke diri sendiri:
“Apa yang sebenarnya bikin kepala ini sakit?”
Jangan-jangan jawabannya bukan di pelipis… tapi di hati yang lupa istirahat.
Dan kalau kamu bertanya,
“Jadi migrain apa yang dipijat?”
Jawaban paling jujurnya adalah:
Migrain yang muncul…
karena kamu belum memeluk dirimu sendiri cukup erat hari ini.
Akhir kata:
Pijat boleh, minum obat juga oke, tapi jangan lupa untuk sesekali istirahat dari ekspektasi. Karena kepala bukan sekadar tempat pikiran. Tapi juga tempat di mana kita simpan terlalu banyak beban yang bukan milik kita.
Kalau migrainmu belum hilang juga, mungkin kamu perlu datang ke tempat yang sama seperti saya:
Bukan rumah sakit,
tapi rumah yang bisa bikin kamu merasa… tenang.
Entah itu rumah dalam bentuk tempat,
atau rumah dalam bentuk orang.
Dan hey…
Kalau kamu udah nemu rumahnya,
jangan lupa bersyukur, ya.
Karena sebagian orang bahkan gak punya tempat buat sekadar meletakkan beban.