Di sebuah rumah kontrakan pinggir kota, tinggal seorang pegawai kantoran bernama Dani. Usianya 34 tahun, rambut mulai rontok, dan hidupnya bisa dibilang kayak WiFi publik — kadang nyambung, kadang nggak jelas.
Dani punya satu musuh besar dalam hidupnya: migrain. Datangnya bisa sewaktu-waktu. Kadang pas meeting, kadang pas mantan tiba-tiba ngechat, kadang cuma karena suara sendok jatuh.
Akhirnya Dani nyerah. “Udah cukup gue minum obat terus,” gumamnya sambil mandang plafon kosan. Dia buka YouTube, ketik: meditasi untuk migrain. Muncul ratusan video. Dari yang suaranya cewek bule dengan aksen yang menenangkan, sampai suara mbah-mbah Jawa ngelus dada pakai gending.
Tapi Dani bukan tipe yang gampang percaya. Jadi dia mutusin buat nyoba satu-satu. Iya, satu-satu, kayak jomblo yang pengen nyari jodoh lewat aplikasi tapi nggak mau kecele lagi.
- Meditasi Pernafasan — “Tarik nafas, tarik tagihan…”
Dani mulai dari yang paling basic. Duduk bersila, mata merem, terus fokus ke napas. Inhale, exhale. Inhale… eh, ingat cicilan motor. Exhale… eh, ingat deadline kerjaan. Tapi lama-lama, dia mulai tenang juga. Kepala yang tadinya cekot-cekot mulai reda.
Ini namanya “Breathing Meditation” – Fokus ke napas, bukan ke masalah. Karena kadang, yang bikin kepala kita sakit itu bukan tekanan udara, tapi tekanan hidup.
- Body Scan Meditation — “Kenali tubuhmu, bukan hanya mantanmu.”
Meditasi kedua: body scan. Dani disuruh fokus ke tiap bagian tubuh. Mulai dari ujung jari kaki sampai ubun-ubun. Pas sampai bagian leher, Dani nyadar: “Wah, ini leher tegang banget ya.” Dia refleks ngurut sendiri.
Ini namanya “Awareness” – Kesadaran penuh atas tubuh. Kadang tubuh kita sudah ngasih sinyal bahaya, tapi kita sibuk scroll TikTok.
- Guided Visualization — “Bayangin pantai, bukan pengeluaran.”
Meditasi ketiga ngajak Dani buat ngebayangin dirinya lagi duduk di pantai. Angin sepoi-sepoi, suara ombak… sampai tiba-tiba tetangga nyetel dangdut keras-keras.
Tapi anehnya, walau terganggu, Dani tetap ngerasa lebih enteng. Mungkin karena dalam benaknya, dia udah kabur ke Bali — walau saldo rekening masih di angka tiga digit.
Ini namanya “Imaginative Escape” – Kadang pikiran butuh liburan, walau badan masih di depan kipas angin.

- Loving-Kindness Meditation — “Sayangi dirimu, walau sering salah jalan.”
Jenis ini agak unik. Dani disuruh ngucapin kata-kata baik ke dirinya sendiri dan ke orang lain. Awalnya dia geli. Tapi pas dia ucapin: “Semoga aku bahagia dan bebas dari penderitaan,” ada sesuatu yang bergetar di dada.
Ini namanya “Emotional Healing” – Kadang migrain datang karena isi kepala penuh rasa marah dan kecewa yang nggak pernah dikasih pintu keluar.
- Mindfulness — “Sadari yang sekarang, jangan larut yang kemarin.”
Akhirnya Dani coba meditasi mindfulness. Intinya cuma satu: sadar. Sadar waktu makan, sadar waktu jalan, sadar pas migrain mulai datang — dan bukan langsung panik.
Dia mulai latihan di kantor. Pas migrain muncul, dia tarik napas, minum air putih, duduk tenang. Nggak langsung ambil paracetamol. Dan ajaibnya, nyeri itu nggak seheboh biasanya.
Ini namanya “Power of Presence” – Ada kekuatan luar biasa dalam kesadaran penuh. Karena seringnya kita bukan hidup di masa kini, tapi di masa lalu yang nyesek, atau masa depan yang belum tentu kejadian.
Dari semua jenis meditasi, ternyata bukan soal “mana yang paling ampuh,” tapi “mana yang paling cocok.” Dani sadar, tiap kepala punya ceritanya sendiri. Migrain bukan cuma urusan saraf, tapi juga isi pikiran, tekanan emosi, bahkan kurangnya waktu istirahat buat jiwa.
Dan meditasi bukan sulap. Dia nggak langsung nyembuhin migrain dalam satu malam. Tapi dia ngajarin Dani buat berhenti sejenak, untuk nggak terus lari dari rasa sakit, tapi menengoknya, duduk bareng, dan bilang: “Oke, kita ngobrol dulu yuk.”
Karena kadang, penyembuhan itu bukan soal obat, tapi tentang kita yang mulai dengerin tubuh sendiri. Dan kalau migrain itu tamu yang bandel, ya kita jadi tuan rumah yang bijak. Nggak usah usir, cukup sediain ruang dan kopi pahit.
Ini namanya “Healing is Listening” – Kesembuhan bukan soal hilangnya rasa sakit, tapi hadirnya pemahaman.
Jadi, meditasi mana yang baik untuk migrain?
Yang kamu lakukan dengan kesadaran, bukan karena kepepet. Yang kamu nikmati, bukan kamu paksa. Yang bikin kamu berdamai, bukan sekadar menghindar.
Karena hidup itu bukan tentang menghilangkan semua sakit… tapi belajar berjalan bersamanya, dengan tenang.