Suatu hari di sebuah kantor yang penuh deadline, tumpukan kerjaan, dan kopi sachet tiga kali sehari, datanglah tokoh utama kita: migrain.
Si migrain ini emang nggak punya tata krama. Dia datang tanpa undangan, pulang pun suka-suka. Lebih ngeselin dari mantan yang suka like story tapi gak pernah ngajak balikan.
Jadi ceritanya, si Didi, karyawan setia bagian administrasi, baru aja duduk dan mau mulai kerja. Baru juga buka Excel, tiba-tiba dahinya berdenyut, pelipisnya cenut-cenut, dan matanya mulai kabur kayak sinyal WiFi di kos-kosan tua.
Dia langsung ngegerutu, “Wah, datang lagi nih si pangeran gelap dari Timur… migrain!”
Seketika suasana kantor berubah. Semua teman-teman Didi mulai beraksi.
Si Tita, anak HR yang doyan skincare, langsung nyeletuk, “Tekan titik He Gu, Di! Di antara ibu jari sama telunjuk tuh.”
Si Aji, anak IT yang percaya bumi datar, nyahut, “Nggak-nggak, tekan yang di tengkuk, titik Feng Chi! Itu lebih manjur. Gue liat di TikTok.”
Lalu muncul si paling spiritual, Mbak Uli, “Coba tekan ubun-ubun sambil tarik napas, terus bayangin kamu lagi ngambang di atas awan.”
Ini namanya: “Crowdsourcing Therapy” – Cari penyembuhan berdasarkan saran random orang-orang di sekitar.
Didi akhirnya ambil keputusan. Dia cari satu tempat paling sepi di kantor: ruang fotokopi. Di sana dia duduk bersila, tangan siap mencet-mencet titik refleksi.
Pertama, dia tekan titik He Gu di antara ibu jari dan telunjuk tangan kiri. Katanya sih ini titik dewa untuk redakan nyeri kepala.
“Hmm… lumayan sih, tapi masih berasa kayak ada orang main drum di pelipis gue,” gumamnya.
Lalu dia pindah ke titik Taiyang, daerah pelipis yang suka cenut-cenut itu. Dia pencet pakai ujung jari telunjuk, diputar pelan-pelan.
“Kayak enakan dikit,” pikirnya, sambil setengah pasrah.
Ini namanya: “Trial & Error Therapy” – Coba-coba aja, siapa tahu jodoh sama salah satu titik.
Setelah itu, dia berdiri, menghadap mesin fotokopi kayak mau niruin pose yoga. Tapi tujuannya cuma satu: tekan titik Feng Chi, yang ada di belakang kepala, dekat bawah tengkorak, dua jari dari tulang belakang.
Sambil pencet, dia narik napas panjang. Dan entah kenapa, bukan cuma migrain-nya yang mulai reda, tapi juga rasa dendam terhadap Excel yang tadi bikin stres.
Ini namanya: “Multifunction Healing” – Sembuhin kepala, hatinya juga ikut baikan.
Tapi, belum selesai urusan migrain, datang lagi serangan baru: notifikasi dari bos.
“Didi, tolong revisi laporan jam 3 tadi ya. Deadline 5 menit lagi.”
Didi langsung merinding. Tapi dia sudah tercerahkan. Sambil berdiri, dia tekan titik Yintang, yang letaknya di antara alis. Katanya ini titik yang bisa menenangkan pikiran, bahkan mengusir rasa ingin resign.
Ini namanya: “Inner Peace Pressure Point” – Titik refleksi biar gak resign tiap Senin.
Setelah sepuluh menit pencet-pencet ala dukun modern, Didi keluar dari ruang fotokopi. Muka lebih cerah, keringat di pelipis udah kering, dan yang paling penting: migrain-nya udah kabur entah ke mana.
Teman-temannya langsung melongo.
“Lah, Di, lo abis ngapain? Kok kayak abis healing ke Bali?”
Didi senyum tipis, “Gue cuma pencet-pencet masa lalu… eh, maksudnya titik migrain.”
Ini namanya: “Humor is Medicine” – Kadang, ketawa juga salah satu bentuk penyembuhan.
Dari pengalaman absurd Didi, kita belajar satu hal:
Ternyata tubuh punya titik-titik sakti yang bisa bantu kita ngilangin migrain tanpa harus minum obat. Tapi syaratnya satu: harus sabar dan percaya proses, bukan malah nyalahin cuaca atau mantan.

Jadi, kalau lo tiba-tiba kena migrain dan gak ada Panadol di sekitar lo, coba pencet:
- He Gu (LI4): Antara jempol dan telunjuk – tekan kuat selama 30 detik.
- Taiyang: Di pelipis – pijat pelan memutar.
- Feng Chi (GB20): Di tengkuk belakang – tekan pakai dua jari atau minta tolong orang lain.
- Yintang: Antara alis – tekan ringan buat relaksasi.
- Shou San Li (LI10): Tiga jari di bawah siku – kadang bantu ngurangin stres penyebab migrain.
Tapi ingat, kalau migrain kamu udah sering banget, sampai ganggu hidup dan kerjaan, jangan cuma ngandelin titik-titik sakti. Coba ke dokter. Karena bisa aja itu bukan migrain biasa, tapi tanda tubuh lagi kasih kode keras.
Ini namanya: “Balance Between Tradisi & Medis” – Boleh percaya pijatan, tapi jangan lupa logika.
Dan terakhir, buat kamu yang merasa hidup ini penuh tekanan, jangan buru-buru stres. Siapa tahu, kamu cuma salah tekan titik. Coba pencet-pencet dulu.
Siapa tahu, bukan cuma migrain yang hilang, tapi juga beban hidup.
Karena terkadang… yang kita butuh bukan obat, tapi jari sendiri yang tahu harus menekan di mana.