Di suatu kosan pinggir rel, ada seorang mahasiswa abadi bernama Anton. Kamar kosnya sempit, jendelanya cuma seukuran dua bata, dan ventilasi? Nggak usah ditanya. Di kamar itu, udara cuma muter-muter doang, kayak mantan yang nggak move on.
Suatu malam, Anton bangun dengan napas ngos-ngosan. Bukan karena habis mimpi dikejar debt collector, tapi karena kamar yang kelewat pengap. Akhirnya dia ngedumel sendiri, “Ini kamar atau oven sih?!”
Besok paginya, Anton langsung gelar rapat darurat bareng tembok kamar.
“Gimana nih, Ton? Lo nggak bisa terus-terusan kayak gini. Hidung lo itu buat hidup, bukan buat latihan freedive setiap malam!” bisik suara hati yang udah frustasi.
Ini namanya “Listen to the alarm” – Ketika sinyal dari tubuh lo udah kayak sirine ambulans, artinya waktunya berubah!
Anton pun memutuskan untuk bertindak. Pertama, dia buka jendela sekecil kartu ATM itu lebar-lebar. Masalahnya, begitu dibuka, yang masuk bukan udara segar, tapi asap gorengan dari warung sebelah.
Ini namanya “Unexpected consequences” – Niatnya dapat udara segar, malah dapet promo gratis kolesterol.
Nggak kehabisan akal, Anton beli kipas angin. Harapannya sih, udara bisa muter kayak drama Korea. Tapi begitu nyala, kipasnya cuma muter doang, udara tetep nempel di dinding.
Ini namanya “Effort without impact” – Udah usaha, tapi hasilnya nol besar. Mirip-mirip usaha PDKT yang cuma dianggap ‘temen baik’.
Akhirnya, Anton mulai Googling, nonton YouTube, sampe buka forum ibu-ibu rumah tangga. Dia nemu satu saran unik: taruh tanaman di kamar.

“Tanaman?! Emang gue anak fairy tale, tidur ditemani pohon-pohonan?”
Tapi karena udah kepepet, Anton coba beli lidah mertua (tanamannya, bukan mulut tetangganya). Dia taruh di pojok kamar. Tiga hari kemudian, entah kenapa kamar berasa lebih ringan. Udara nggak terlalu gerah, dan napas pun nggak seperti habis marathon.
Ini namanya “Green power” – Kadang solusi hidup bukan di teknologi mahal, tapi di daun-daunan yang setia berdiri meski nggak pernah dikasih air tiap hari.
Setelah merasa sukses jadi ‘ahli feng shui dadakan’, Anton lanjut pasang exhaust fan bekas dari marketplace. Harganya murah, tapi pas nyala bunyinya kayak kereta api mogok. Tetangga sebelah sampe kirain lagi uji coba sirene bencana.
Ini namanya “Trade-off” – Kalau lo mau hasil, kadang harus terima ‘bonus’ suara latar kayak film horor.
Tapi Anton nggak nyerah. Dia tambahin juga diffuser aromaterapi. Bukan buat gaya-gayaan, tapi karena dia sadar, kamar pengap bukan cuma soal udara, tapi juga suasana.
Akhirnya, malam itu, Anton bisa tidur nyenyak. Udara kamar nggak lagi berasa kayak napas naga, dan dia bangun dengan wajah yang nggak kayak habis dicekek setan semalaman.
Tiba-tiba, temen kos sebelah mampir dan nyium aroma seger dari pintu kamar Anton.
“Bro, ini kamar lo atau toko spa sih?”
Anton senyum sambil nyeruput kopi sachet dari gelas hadiah deterjen.
“Rahasia, Bro. Gue udah nemuin zen zone pribadi gue.”
Ini namanya “Quality of life improvement” – Ketika tempat tidur lo bukan lagi sekadar tempat rebahan, tapi jadi tempat recharge hidup lo.
Besoknya, kabar pun menyebar. Kamar Anton jadi tempat konsultasi anak kos lain. Mulai dari yang kamarnya bau sepatu, sampai yang jendelanya ditempel kalender karena takut dilirik kucing liar.
Anton jadi kayak dukun kamar. Tapi bedanya, dia bukan jual jimat, melainkan kasih tips: buka jendela, taruh tanaman, bersihin kamar, pasang kipas, dan jangan lupa, semprot aroma terapi. Simpel, tapi ngubah hidup.
Dan dari situ, dia belajar satu hal penting:
Ini namanya “Creating your own comfort” – Hidup di kamar sempit bukan alasan buat hidup sumpek. Kenyamanan itu bukan datang dari ukuran, tapi dari upaya buat ngerawat ruang yang kita punya.
Jadi, kalau lo ngerasa kamar lo pengap, sumpek, dan bikin stres?
Mungkin yang perlu lo ubah bukan hanya jendela, tapi juga niat. Karena kadang, yang bikin udara terasa berat itu bukan oksigen yang kurang, tapi niat kita yang mageran.
Dan siapa tahu, setelah lo bikin kamar lo seger, hidup lo ikut kebawa adem juga.
Sekian dari Anton, mahasiswa abadi yang akhirnya lulus… dari kamar pengap!