Di sebuah kontrakan sederhana yang temboknya lebih sering ngambek daripada penghuni kos-nya, hiduplah seorang pemuda dengan semangat minimalis dan kipas angin warisan tahun ’97. Namanya Joko. Tapi bukan Joko yang viral di media sosial. Ini Joko yang setia hidup bersama kelembaban udara dan aroma apek yang membaur jadi satu. Bukan karena dia malas, tapi karena dia gak tahu, gimana caranya bikin ruangan gak lembab.

Sampai suatu hari…
Langit mendung, suasana sendu, dan jemuran bau matahari kemarin sore. Joko duduk di pojok kamar sambil nonton video motivasi yang entah kenapa buffering-nya lebih cepat daripada realisasi hidupnya. Di tengah-tengah jeda iklan, dia mulai menyadari…
“Kenapa ya, kamar gue selalu bau tanah sehabis hujan padahal lantai gak basah?”

Tiba-tiba, lampu bohlam kuning di langit-langit kamar (yang sudah mulai berkedip kayak kode morse) menyala lebih terang dari biasanya—bukan karena listriknya, tapi karena… Joko mendapat pencerahan.

INI BUKAN MASALAH KIPAS, INI MASALAH SIRKULASI!
Dengan semangat layaknya tokoh utama dalam film action, Joko berdiri dan memutuskan: “Gue harus atasi ini. Gak bisa terus-terusan hidup dalam suasana tropis yang lembab padahal lagi musim kemarau!”

Langkah pertama: buka jendela.

Kedengarannya sederhana, tapi buat Joko ini langkah revolusioner. Selama ini dia pikir jendela cuma buat estetik doang. Ternyata jendela punya fungsi vital: ngasih ruang buat udara keluar-masuk.
Bayangin aja, kamar lo kayak hati yang gak pernah terbuka, ya isinya cuma sesak dan pengap. Makanya… buka. Ventilasi. Hati juga.

Langkah kedua: jangan menjemur baju di dalam kamar.

Joko inget, selama ini dia rajin banget nyuci tapi males banget angkat jemuran. Akhirnya, baju setengah kering digantung di kursi. Besoknya, kursinya jadi lembab, lantainya jadi apek, dan kamar jadi kayak ruang sauna beraroma deterjen.
“Loh, kenapa baju basah bisa bikin ruangan lembab?” tanyanya polos.
Jawabannya sederhana: uap air. Sama kayak mantan, makin ditahan makin nyesek. Harus dilepas, biar gak numpuk dan bikin lingkungan (dan hati) gak sehat.

Langkah ketiga: pakai dehumidifier atau alternatif tradisional.

Joko googling, harga dehumidifier ternyata lebih mahal dari cicilan motornya. Tapi jangan takut, hidup selalu ngasih jalan. Salah satunya: arang.
Iya, arang bakar sate itu. Ternyata arang bisa nyerap kelembaban. Joko pun beli arang, masukin ke wadah kecil, taruh di pojokan kamar.
Hasilnya? Setidaknya aromanya jadi lebih natural, kayak suasana tenda kemping. Estetik? Enggak. Efektif? Lumayan.

Langkah keempat: jaga kebersihan.

Lembab dan kotor tuh sahabat karib. Mereka nongkrong bareng, terus ngajak temen: jamur.
Joko pun rajin bersihin pojokan kamar, pindah-pindahin barang, dan mulai nyapu kolong tempat tidur.
Dan di sanalah dia menemukan…
Kaos kaki tahun lalu yang hilang sebelah.

Langkah kelima: cat ulang tembok dengan cat anti lembab.

Setelah sukses mengusir kelembaban sementara, Joko mikir jangka panjang. Dia nabung, beli cat khusus anti-lembab, dan mulai mengecat kamar sendiri.
“Gak cuma pacar yang butuh diperhatikan. Tembok juga,” ujarnya sambil mengoleskan kuas ke dinding.
Saat temboknya berubah warna, hatinya pun ikut cerah. Gak cuma karena kamar jadi kering, tapi karena dia merasa: “Gue berdaya. Gue bisa ubah hidup gue, mulai dari tembok kamar.”

Dan setelah semua perjuangan itu, ada satu hal yang Joko pelajari:

Lembab bukan cuma tentang udara, tapi tentang kebiasaan.

Kita sering biarin ruangan jadi sumpek, bukan karena gak bisa, tapi karena gak sadar. Sama kayak perasaan. Kadang kita biarin terlalu lama diselimuti kenangan, sampai jadi pengap sendiri.
Kalau hati dan kamar sama-sama lembab, hidup bakal penuh jamur. Gak enak dilihat, gak enak dirasain.

Akhirnya, Joko bisa tidur di kamar yang gak lagi bau tanah, gak ada jamur di tembok, dan gak ada jemuran baju di kursi.

Dan yang lebih penting dari itu semua: dia merasa berhasil.

Karena kadang, kemenangan terbesar itu bukan pas kita beli rumah mewah, tapi saat kita bisa bikin ruangan kecil ini jadi tempat tinggal yang layak, nyaman, dan bebas dari lembab.

Dan buat kamu yang sekarang lagi ngerasa hidupmu “lembab” juga…

Coba cek, siapa tahu bukan karena hujan.

Tapi karena kamu belum buka jendela hatimu.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *