Di sebuah kampung pinggiran kota, hiduplah seorang pria yang tak pernah berdamai dengan satu hal: tembok lembab. Namanya Pak Juned. Sehari-hari kerja sebagai tukang cat serabutan, tapi kalau soal urusan tembok basah, dialah pakar tak resmi sejagat RT 07.

Suatu hari, Pak Juned marah-marah sendirian di ruang tamu.

“Ini tembok kayak mantan! Dikit-dikit basah, dikit-dikit ninggalin bekas!”

Ini namanya “Emotional Damage” – Luka lama karena mantan, nyambung juga ke urusan bangunan.

Tiap pagi, tembok rumahnya ngeluarin bercak-bercak hitam kayak bekas kopi tumpah. Anak bungsunya, si Beni, dengan polos nanya:

“Ayah, kenapa tembok rumah kita ada gambar awannya?”

Pak Juned nahan emosi sambil ngelus dada.

“Beni… itu bukan gambar. Itu jamur.”

Ini namanya “Reality Check” – Waktunya terima kenyataan kalau tembok bukan kanvas, tapi sarang jamur.

Sore itu, Pak Juned pun ke rumah tetangganya, Bu Lilis, yang katanya udah berhasil bikin tembok rumahnya kinclong dan kering terus kayak gurun pasir. Di sana, Pak Juned disuguhi teh manis dan kalimat pembuka yang membuatnya nahan tawa:

“Pak Juned, tembok itu kayak istri. Kalau ga diperhatiin, dia lembab terus.”

Ini namanya “Maintenance Mindset” – Segala sesuatu butuh perhatian, termasuk dinding rumah dan pasangan hidup.

Bu Lilis pun mulai menjelaskan rahasianya. Bukan pakai mantra atau kembang tujuh rupa, tapi langkah-langkah logis yang dibalut gaya curhat emak-emak.

Langkah pertama: Lapisi tembok bagian luar dengan waterproofing.

“Ini kayak ngasih payung buat tembok,” kata Bu Lilis sambil nyeruput tehnya. “Kalau luar rumah sering kena hujan, ya harus dilindungi. Masa iya kamu biarin aja?”

Ini namanya “Protect Your Assets” – Barang berharga, sekecil apapun, tetap harus dijaga.

Langkah kedua: Pastikan ventilasi cukup. Katanya, rumah yang sumpek bikin uap air betah ngendon. Jadilah tembok kayak spons—nyerap air, lalu melepaskannya di waktu yang tidak tepat.

“Makanya, saya pasang jendela dua di dapur, satu di kamar mandi. Angin masuk, uap keluar. Simple!”

Ini namanya “Let It Flow” – Udara segar bikin semuanya lebih sehat, termasuk dinding rumah.

Langkah ketiga: Gunakan cat khusus anti-lembab.

“Dulu saya pikir semua cat itu sama. Tapi setelah nyoba cat anti-jamur, ealah, hidup saya berubah, Pak!” ujar Bu Lilis penuh semangat.

Ini namanya “Know Your Tools” – Jangan sembarangan milih alat perang kalau mau menang melawan tembok bandel.

Langkah keempat: Periksa saluran air dan talang.

Ternyata, kebocoran kecil di atap bisa jadi biang keladi tembok jadi kolam renang vertikal.

“Jangan remehkan tetes air, Pak Juned. Sedikit-sedikit, lama-lama tembok jebol!”

Ini namanya “Tiny Enemy, Big Trouble” – Masalah kecil yang dibiarkan bisa jadi musibah besar.

Setelah mendengar wejangan dari Bu Lilis, Pak Juned pulang dengan wajah penuh harapan. Seminggu kemudian, rumahnya berubah total. Temboknya nggak basah lagi, nggak berjamur, dan yang paling penting, nggak ada lagi gambar awan bikinan alam.

Tapi cerita belum selesai.

Suatu malam, Pak Juned kedatangan tamu: si Komar, tetangga sebelah yang temboknya lebih basah daripada kisah cinta di sinetron. Si Komar duduk, sambil ngelus tembok rumah Pak Juned.

“Juned, rahasianya apa? Ini tembok lo kayak kulit bayi!”

Pak Juned berdiri tegap, narik napas panjang, lalu jawab dengan gaya pahlawan film laga:

“Ilmunya dari Bu Lilis. Tapi yang bikin tembok gua kering, bukan cuma produk. Tapi kesadaran. Kalo lo nggak mulai peduli sama rumah lo, ya siap-siap tembok lo nangis tiap malam!”

Ini namanya “Action is the Cure” – Ilmu tanpa eksekusi cuma jadi bahan gosip warung kopi.

Akhirnya, si Komar pun berubah. Dia pasang ventilasi, ganti cat, bahkan rela manjat atap buat benerin talang. Dalam waktu dua minggu, tembok rumahnya ikut-ikutan sembuh. Bahkan istrinya bilang:

“Komar, kamu keren deh. Rumah adem, hati juga adem.”

Ini namanya “Environmental Peace = Marital Peace” – Tembok kering, rumah damai, istri bahagia.

Jadi, kalau kamu sekarang lagi duduk di ruang tamu, sambil mandang tembok yang udah berubah jadi peta dunia, ingat satu hal:

Tembok lembab bukan kutukan. Tapi pengingat. Bahwa rumah, seperti hubungan, butuh dirawat, dijaga, dan dikasih ruang untuk bernapas.

Dan ingat…

Kalau kamu cuek, jangan kaget kalau suatu hari tembok kamu tiba-tiba punya lumut yang bisa diajak ngobrol.

Ini namanya “Karma is Real” – Bahkan dinding pun bisa protes kalau kamu nggak peduli.

Jadi… masih mau pura-pura nggak lihat tembok yang mulai ngembun?

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *