Hari itu, Bandara Soekarno-Hatta penuh sesak kayak konser boyband Korea. Orang-orang lari-larian, nyari gate, nyari toilet, nyari charger colokan. Tapi di pojok terminal, ada satu adegan yang bikin semua mata melirik:
Seorang bapak berdiri sambil mangku koper dan satu anak laki-laki umur 8 tahun.
“Mas, ini anak saya bisa dititipin aja ya di pesawat. Saya gak ikut. Dia berani kok, udah biasa nonton Doraemon sendirian.”
Petugas bandara cuma bisa senyum kaku.
Dan si anak? Lagi sibuk ngupas permen karet.
Ini namanya “Parenting Ala Instan” – Mau praktis, tapi lupa aturan.
APAKAH BISA TITIP ANAK DI PESAWAT TANPA PENDAMPING?
Jawaban pendeknya: BISA, tapi… gak semudah nitip anak ke tetangga pas mau ke warung.
Setiap maskapai punya layanan yang disebut UM atau Unaccompanied Minor, alias anak di bawah umur yang terbang tanpa pendamping.
Biasanya, umur anak yang bisa masuk kategori ini adalah antara 5 sampai 12 tahun. Di bawah 5 tahun? Gak bisa. Di atas 12 tahun? Bisa, tapi opsional. Gak wajib pakai layanan UM, tapi tetap bisa diminta.
Ini namanya “Not Just a Kid, But a Passenger Too” – Anak kecil juga penumpang resmi, bukan paket kiriman JNE.
SYARATNYA GAK MAIN-MAIN
Kamu kira tinggal serahin anak terus lambaikan tangan sambil bilang “Dadah, Nak!”? Oh tentu tidak semudah itu, Ferguso! Ada syarat yang harus dipenuhi:
- Isi formulir khusus UM
Biasanya disediakan maskapai, bisa online atau langsung di konter. Isinya mulai dari data anak, kontak orang tua, sampai siapa yang jemput di tujuan. - Harus ada penjemput yang jelas Gak bisa cuma bilang: “Nanti dijemput sama Om-nya. Saya lupa nama lengkapnya, pokoknya rambutnya keriting.” Harus detail. Nama, nomor KTP, nomor HP. Dan si penjemput juga wajib nunjukin identitas pas jemput.
- Orang tua atau wali WAJIB antar sampai boarding Gak boleh nyuruh abang ojek online. Harus yang punya hubungan sah dan legal.
- Bayar biaya tambahan Yep, gak gratis. Biaya UM ini beda-beda tiap maskapai. Tapi ya, kira-kira cukup buat beli dua porsi pizza medium.
Ini namanya “Rules Are Meant to Be Followed” – Anak lo mungkin kecil, tapi tanggung jawabnya gede.

SELAMA DI PESAWAT, ANAK DIDAMPINGI
Kamu gak perlu bayangin anakmu sendirian duduk di pojok pesawat sambil meluk boneka dan nahan tangis. Setelah proses UM disetujui, anak akan didampingi oleh kru pesawat. Biasanya pramugari akan nemenin, memastikan si kecil makan, ke toilet, dan gak panik waktu turbulensi kecil datang.Dan pas sampai di bandara tujuan, si kecil gak akan dilepas begitu aja. Petugas darat akan mengantar anak langsung ke orang yang ditunjuk sebagai penjemput. Kalau penjemput gak muncul? Anak gak akan diserahkan. Malah bisa dibawa balik ke kantor maskapai dulu sambil makan biskuit dan nonton kartun.
Ini namanya “Safety First, Drama Later” – Bandara lebih protektif dari guru BK zaman SMA.
TERUS, BOLEH GAK TITIP ANAK KE PENUMPANG LAIN?
Sekarang kita bahas skenario yang sering bikin pramugari tepuk jidat:
“Nak, duduk bareng Tante ini ya, nanti tante jagain kamu sampai Jakarta.”
Atau…
“Mas, saya kenal sama Budi. Dia temen kantor, bisa jagain anak saya kan?”
Jawaban maskapai: TIDAK BOLEH.
Kenapa? Karena itu bukan layanan resmi. Penumpang lain bukan tanggung jawab maskapai. Kalau terjadi apa-apa? Urusannya bisa panjang kayak sinetron stripping.
Ini namanya “Don’t Be Naive” – Nitip anak itu bukan kayak titip titipan martabak.
KAPAN SEBAIKNYA GUNAKAN LAYANAN UM?
- Kalau kamu benar-benar gak bisa ikut terbang, dan si anak udah cukup mandiri.
- Kalau di bandara tujuan ada keluarga yang bisa jemput dan dipercaya.
- Kalau penerbangan langsung tanpa transit ribet. Transit dua kali sambil lari-lari di bandara bukan ide bagus buat anak sendirian.
Dan pastikan anak kamu ngerti situasinya. Jangan baru kasih tahu pas udah mau boarding. Nanti yang nangis bukan cuma anaknya, tapi juga petugas bandara.
Ini namanya “Prepare the Kid, Not Just the Ticket” – Anak perlu mental, bukan cuma koper kecil warna biru.
KESIMPULAN: BISA, TAPI GAK ASAL
Jadi, apakah bisa nitipin anak di pesawat?
Bisa. Tapi bukan kayak nitip gorengan.
Ada aturan. Ada biaya. Ada formulir. Dan yang paling penting, ada tanggung jawab besar di baliknya.
Maskapai bukan tempat penitipan anak dadakan. Tapi mereka siap bantu, asalkan kamu juga siap sebagai orang tua.
Ini namanya “Co-Parenting with Airlines” – Karena kadang orang tua butuh bantuan maskapai buat jaga si kecil.
Besok-besok kalau kamu mau anakmu terbang sendiri, jangan kayak bapak-bapak di awal cerita.
Jangan cuma bilang, “Tenang aja, dia udah bisa nyebrang jalan sendiri kok!”
Karena maskapai bukan penjaga sekolah, dan pesawat bukan bus sekolah.
Dan akhirnya, jangan lupa satu hal penting:
Kalau kamu belum siap lepas anakmu naik pesawat sendiri, mungkin yang belum siap itu bukan dia. Tapi kamu.