Di sebuah kampung yang semua warganya lulus “Universitas Google”, tinggallah seorang ibu bernama Bu Rara. Ia punya satu senjata pamungkas yang dianggap bisa menyembuhkan segala macam keluhan, mulai dari pusing, masuk angin, pegal linu, sampai patah hati: Vicks.
“Coba olesin Vicks ke jidatmu, Nak. Biar anginnya kabur lewat pori-pori,” katanya sambil menyodorkan botol kecil beraroma mentol itu.
Si anak, yang baru aja pulang sekolah dengan kepala cenat-cenut karena PR Matematika, pun pasrah. “Bau-nya kayak warung obat herbal ya, Bu…” gumamnya.
Bu Rara manggut-manggut bangga.
Ini namanya “Warisan Tradisional” – Semua masalah bisa diselesaikan asal ada minyak gosok dan keyakinan penuh.
Tapi suatu hari, datanglah ke kampung itu seorang tamu dari kota. Seorang dokter muda yang baru lulus, masih idealis, belum tercemar slogan “asal pasien senang”.
Melihat anak-anak satu RT diolesin Vicks tiap kali bersin, dia geleng-geleng kepala.
“Bu, Vicks itu nggak boleh asal oles, lho. Apalagi di kepala,” katanya pelan, sopan.
Bu Rara nyolot, “Lha, saya dari kecil diolesin begini, sehat-sehat aja tuh sampai sekarang!”
Ini namanya “Pengalaman Pribadi Lebih Valid dari Riset Ilmiah” – Kalau saya aman, berarti semua orang juga harusnya aman.
Sang dokter coba menjelaskan.
“Mentol dan kamper dalam Vicks bisa bikin sensasi dingin, iya. Tapi dioles di area terlalu dekat dengan mata atau hidung bisa bikin iritasi, Bu. Apalagi di kepala anak kecil, kulit mereka masih sensitif.”
Bu Rara ngangguk-ngangguk, lalu nyeletuk,
“Jadi… maksudnya, saya harus olesin lebih banyak biar anginnya bener-bener keluar?”
Dokter hampir jatuh pingsan.
Ini namanya “Reverse Understanding” – Penjelasan ilmiah malah bikin salah kaprah makin kreatif.
Tapi percayalah, Vicks nggak salah apa-apa. Dia cuma produk. Yang bikin runyam adalah cara kita menggunakannya.

Oles ke kepala? Bisa. Tapi lihat dulu konteksnya.
Kalau kamu orang dewasa dan nggak alergi, oles tipis buat sensasi seger ya silakan. Tapi kalau kamu berpikir itu bisa menyembuhkan migrain akut? Mohon ditinjau ulang, karena migrain itu masalah saraf, bukan angin dari utara.
Ini namanya “Know the Real Enemy” – Sebelum perang, kenali dulu musuhnya.
Lalu muncul tetangga lain, Pak Tono, yang hobi ngasih tips kesehatan gratis.
“Kalau Vicks kurang manjur, campur aja sama balsem, minyak kayu putih, dan koyo. Dioles bareng!” katanya sambil nyengir puas.
Itu bukan pengobatan, Pak. Itu eksperimen kimia. Bisa-bisa kepala bukan sembuh, malah terbakar.
Ini namanya “DIY: Destroy It Yourself” – Obat-obatan bukan Lego yang bisa dicampur suka-suka.
Dan tidak lupa… si remaja kampung, anaknya Bu Rara tadi, akhirnya buka Google. Dia ngetik: “Apakah aman mengoleskan Vicks ke kepala?”
Keluar lah artikel dari situs medis: Vicks aman jika digunakan sesuai petunjuk. Tidak direkomendasikan untuk anak di bawah 2 tahun. Hindari area mata dan membran mukosa. Tidak menyembuhkan penyakit, hanya meredakan gejala ringan.
Dia membacanya pelan.
“Jadi bukan buat ngusir angin ya…” gumamnya.
Ini namanya “Enlightenment” – Pencerahan datang bukan dari teriakan, tapi dari keingintahuan.
Tapi, seperti biasa, fakta dan logika sering kalah telak oleh nostalgia dan tradisi.
Esoknya, anak itu demam.
Bu Rara langsung ambil Vicks, tapi kali ini, dengan ekspresi sedikit ragu.
“Yaudah, kita olesin dikit aja ya… tapi sambil minum air putih anget. Nanti kalau nggak reda, kita ke dokter.”
Ini namanya “Progress” – Perubahan itu bukan membuang kebiasaan, tapi meng-upgrade-nya.
Kesimpulannya?
Mengoleskan Vicks ke kepala itu tidak berbahaya selama dilakukan dengan bijak, dalam jumlah yang kecil, dan tidak pada anak-anak kecil. Tapi kalau kamu berharap Vicks bisa mengobati penyakit serius atau bikin kamu mendadak jenius saat ujian… ya, mohon maaf, itu udah masuk wilayah fantasi.
Jangan jadikan Vicks sebagai jimat pengusir angin atau pengganti dokter. Dia bukan penyelamat dunia. Dia cuma balsam.
Ini namanya “Let Vicks Be Vicks” – Jangan bebankan tugas superhero ke balsem sederhana.
Dan kalau kamu masih kekeuh bilang,
“Ah, dari dulu juga baik-baik aja kok pakai Vicks di kepala!”
Silakan. Tapi ingat…
Ini namanya “Survivor Bias” – Yang cerita adalah yang selamat. Yang iritasi atau melepuh? Nggak sempat review di Google.
Jadi… mau oles Vicks ke kepala? Silakan. Tapi pikir dulu baik-baik:
Kamu butuh balsem, atau butuh tidur dan minum air putih?
Yang satu ngasih rasa sejuk.
Yang satu ngasih kamu sehat betulan.