Di sebuah rumah mewah yang AC-nya lebih banyak daripada jumlah penghuni, hiduplah seorang bapak bernama Pak Darto. Umurnya lima puluh lewat dikit, hobinya ngatur remote. Tiap pagi, yang dicari bukan istri, bukan kopi, tapi… remote AC. Lalu mulailah rutinitas sakralnya: nyalain AC, tekan tombol mode, dan pilih DRY dengan khidmat.
“Ini loh, mode hemat listrik! Biar udara gak terlalu lembap!” katanya, seolah penemu teknologi AC itu adalah dia sendiri.
Tapi yang dia gak tahu, si mode dry ini ternyata diam-diam punya misi terselubung. Seperti agen rahasia yang tampangnya kalem, tapi bisa bikin porak-poranda kalau dipakai sembarangan. Mari kita bongkar satu per satu efek negatif si mode dry ini, sambil ngintip keseharian Pak Darto yang merasa sudah jadi ahli cuaca dalam rumah sendiri.
- Kulit Kering Tanpa Ampun – “Lo pikir gue gurun Sahara?”
Beberapa minggu setelah jadi penganut setia mode dry, anaknya Pak Darto, si Sasa, mulai ngeluh:
“Pa, muka aku kering banget. Kayak kertas amplas!”
Pak Darto dengan tenang menjawab, “Bagus dong, berarti pori-pori lo ketutup. Gak banyak jerawat!”
Padahal faktanya, mode dry itu bukan skincare. Dia kerja dengan cara nyedot kelembapan dari udara. Tapi ya sayangnya, gak bisa milih mana yang diambil—udara di ruangan atau kelembapan alami dari kulit lo. Alhasil, kulit lo ikutan disedot kelembapannya, dan jadi korban mode hemat ala Pak Darto.
Ini namanya “Collateral Damage” – Mau ngirit listrik, eh malah ngorbanin kelembapan kulit keluarga.
- Tenggorokan Kering – “Minum terus tapi tetap seret!”
Istrinya Pak Darto, Bu Lilis, mulai sering batuk kecil-kecil yang nyebelin. Bukan karena pilek. Bukan juga karena gosip tetangga. Tapi karena udara dalam rumah jadi kering kayak gurun di film Hollywood.
Setiap malam, dia tidur dengan kipas angin dan AC mode dry hidup bareng. Hasilnya? Bangun tidur tenggorokan serasa habis nge-rap semalaman.
Ini namanya “Dry Trap” – Mau tidur nyenyak, malah bangun seret kayak suling.
- Gangguan Pernapasan – “AC atau alat penyiksaan?”
Anaknya yang paling kecil, Deni, tiba-tiba mulai bersin-bersin tiap malam. Awalnya dikira alergi debu. Tapi setelah dicek, ternyata bukan debunya, tapi kondisi udara yang kelewat kering.
Paru-paru manusia itu bukan oven, bro. Butuh kelembapan juga buat kerja optimal. Kalau udara terlalu kering, saluran pernapasan bisa iritasi. Apalagi buat anak-anak atau orang tua. Bisa jadi mimisan, atau parah-parahnya sesak napas.
Ini namanya “Health Hazard in Disguise” – Teknologi yang harusnya bantu, malah bikin susah napas.

- Tanaman Mati Suri – “Hidup segan, layu pun iya.”
Pak Darto punya satu pot kecil tanaman hias, hadiah dari kantornya pas ulang tahun. Tanaman itu disimpen di pojok ruang tamu, persis di bawah AC. Tiap hari disiramin, tapi entah kenapa daun-daunnya makin layu.
Ternyata si AC mode dry ini bukan cuma nyedot kelembapan udara, tapi juga kelembapan dari tanah pot tanaman. Alhasil, tanaman yang harusnya jadi penyejuk mata malah jadi zombie hijau.
Ini namanya “Nature Neglected” – Alam pun bisa kalah kalau manusia terlalu percaya sama teknologi.
- Dehidrasi Diam-diam – “Haus mulu, padahal gak lari.”
Deni yang biasanya kuat lari keliling rumah tiba-tiba jadi lemes. Ibunya bingung. Tapi setelah dicari-cari, ternyata tubuh Deni kekurangan cairan. Diam-diam, udara yang kering bikin cairan tubuh menguap lebih cepat, bahkan tanpa disadari.
Dan Pak Darto? Masih duduk santai sambil nonton TV.
“Makanya, minum air putih yang banyak,” katanya enteng.
Padahal seandainya dia tahu, penyebab utamanya adalah remote kecil yang ada di tangannya itu. Mode dry adalah biang keroknya.
Ini namanya “Invisible Thief” – Nyuri kelembapan tanpa lo sadar.
Penutup: Mode Dry Itu Bukan Musuh, Tapi Juga Bukan Sahabat
Sebenernya, mode dry gak salah-salah amat. Dia berguna kalau kelembapan udara di luar lagi tinggi banget, misalnya pas musim hujan. Tapi kalau dipakai setiap hari, terutama di ruangan tertutup, tanpa ventilasi dan tanpa logika, ya siap-siap aja hidup lo jadi kering… dalam arti yang sesungguhnya.
Pak Darto akhirnya sadar pas liat tanaman mati, kulit istrinya mengelupas, dan anaknya bersin tiap malam. Dia pelan-pelan mulai lebih bijak: AC dinyalain seperlunya, mode dry cuma pas bener-bener lembap, dan kelembapan udara diukur pakai hygrometer.
Dan untuk pertama kalinya, remote AC disimpan di laci, bukan di tangan.
Ini namanya “Responsible Remote User” – Pake teknologi, tapi pake otak juga.
Jadi, kalau lo selama ini bangga pakai mode dry biar hemat listrik, coba pikir lagi. Jangan sampai lo malah hemat di satu sisi, tapi bocor di sisi lain: dari tagihan dokter, skincare, sampai biaya beli tanaman baru.
Karena hemat yang bener itu bukan cuma ngirit listrik… tapi juga jaga kesehatan satu rumah.