Di sebuah kantor kecil yang penuh deadline dan kopi sachet, duduklah seorang pegawai bernama Darto. Hari itu, ia merasakan sesuatu yang tidak biasa: kepalanya cenut-cenut, tapi cuma di sisi kanan. Awalnya dia pikir itu cuma efek begadang semalam nonton drakor. Tapi lama-lama, rasa nyut-nyutan itu bikin dia mulai mikir:
“Ini kepala kenapa ya? Kok kayak ditabok dari dalam, tapi satu sisi doang?”
Ini namanya One-Sided Pain Panic – panik yang datang pas nyeri datangnya nggak adil. Kanan doang? Kiri mana?
Darto pun pergi ke klinik. Ketemu dokter muda yang tampangnya mirip Oppa Korea, tapi logatnya khas Betawi:
“Pak Darto, ini kemungkinan besar migrain. Tapi cuma di sisi kanan ya?”
Darto cuma angguk sambil pegang kepala.
Dokternya lanjut:
“Tenang, Pak. Sakit kepala sebelah itu klasik. Tapi kita mesti lihat juga konteksnya. Stres kerja? Kurang tidur? Atau… mantan ngajak balikan?”
Ini namanya Root Cause Revelation – mencari akar masalah dari sakit yang bukan sekadar fisik. Karena kadang, migrain itu bukan karena badan, tapi karena beban.
Darto ketawa pahit. “Kalau mantan sih enggak, Dok. Tapi atasan saya kayaknya mirip mantan. Sering PHP soal bonus.”

Nah, ini dia. Migrain sisi kanan ternyata bisa jadi pertanda lebih dari sekadar nyeri kepala. Katanya sih, sisi kanan otak itu lebih logis dan analitis. Jadi kalau sakitnya muncul di sana, bisa jadi karena tekanan pikiran yang berhubungan sama kerjaan, logika, atau… keputusan penting yang belum sempat diputuskan.
Ini namanya Overthinking Overload – terlalu banyak mikir sampai otak bagian kanan nyerah duluan.
Darto pun akhirnya disarankan dokter buat istirahat, jauh dari laptop dan spreadsheet. Tapi namanya hidup ya, kadang migrain itu datang bukan karena badan lelah, tapi karena pikiran nggak dikasih jeda.
Di sisi lain kota, ada ibu-ibu arisan bernama Bu Rika yang juga ngalamin migrain sisi kanan. Tapi dia bukan mikirin deadline, melainkan mikirin: “Kenapa ya suami gue belakangan sering senyum sendiri pas pegang HP?”
Nah lho.
Ini namanya Suspicious Signal Syndrome – migrain yang datang dari kecurigaan yang belum terbukti, tapi udah bikin otak kebakar duluan.
Bu Rika akhirnya curhat ke temannya yang tukang jualan skincare:
“Migrainku ini gara-gara emosi, Nin. Tiap ngelihat laki gue senyum-senyum, kepala langsung cenat-cenut.”
Temannya cuma nyeletuk sambil ngoles serum:
“Lah, itu mah bukan migrain. Itu mah radar hati lo lagi berfungsi dengan baik!”
Ya, kadang migrain sisi kanan itu juga muncul karena tekanan emosional. Bukan soal logika doang, tapi campuran antara mikir dan rasa was-was. Apalagi kalau kebiasaannya suka dipendam.
Ini namanya Emotional Migraine – nyeri kepala yang datang karena hati udah kehabisan sabar tapi mulut masih diam.
Di sebuah ruang rapat yang dinginnya kayak kulkas dua pintu, seorang manajer muda bernama Rio juga mengalami hal yang sama. Setiap kali dia harus ambil keputusan penting, kepalanya langsung senut-senut… dan ya, lagi-lagi di sisi kanan.
Dia pernah bilang ke HR:
“Setiap kali harus mutusin PHK atau gaji karyawan, kepala kanan gue langsung berdetak kayak EDM. Ini sakit apa sinyal, ya?”
HR-nya balas santai:
“Mungkin otak lo ngasih alarm: ‘Bro, lo manusia, bukan mesin’. Sekali-kali dengerin intuisi, jangan logika mulu.”
Ini namanya Moral Migraine – kepala protes karena keputusan yang lo ambil bertentangan sama hati nurani.
Jadi, apakah migrain sisi kanan itu sekadar sakit kepala?
Nggak juga.
Kadang itu pertanda kalau lo udah terlalu keras sama diri sendiri. Terlalu mikirin hasil, target, ekspektasi, dan segala bentuk tekanan yang lo simpan sendiri tanpa pernah istirahatin otak kanan lo buat sekadar rebahan tanpa mikir.
Dan, kayak kisah Darto, Bu Rika, dan Rio tadi, migrain ini sebenarnya kayak alarm: “Bro, lo butuh jeda. Butuh ngelurusin pikiran. Dan yang paling penting, butuh ngingetin diri sendiri kalau lo juga manusia.”
Ini namanya Pain with a Purpose – rasa sakit yang sebenarnya punya pesan tersembunyi.
Maka dari itu, kalau lo sering dapet migrain di sisi kanan, coba deh jangan langsung cari obat. Cari dulu penyebabnya. Bisa jadi karena terlalu banyak tanggung jawab, terlalu banyak ketakutan, atau terlalu banyak… mikirin orang yang nggak mikirin lo.
Dan kalau udah tahu penyebabnya, ya belajar lepasin. Karena kadang, yang bikin sakit bukan karena beratnya beban… tapi karena kita terlalu gengsi buat minta tolong.
Ini namanya Healing Through Honesty – penyembuhan yang dimulai dari jujur ke diri sendiri.
Jadi, migrain kanan itu bukan sekadar nyeri di kepala. Itu pengingat. Bahwa di balik logika yang lo banggakan, ada hati yang butuh dirawat. Ada pikiran yang perlu dijinakkan. Dan ada lo, yang layak juga buat istirahat.
Karena tubuh itu nggak pernah bohong. Tapi seringkali… kita yang cuek.
Sekian cerita kepala kanan yang akhirnya angkat suara. Kalau udah tahu artinya, jangan pura-pura nggak dengar ya.