Di sebuah rumah sederhana di pinggir kota, tinggalah seorang ibu rumah tangga bernama Bu Reni. Usianya belum tua-tua amat, tapi wajahnya kadang mirip ujung kabel roll—kusut, kencang, dan sering korslet karena stres.

Pagi-pagi dia udah kayak pelari estafet: bangunin anak, siapin sarapan, beresin cucian, dan ngintilin suami yang suka lupa dompet tapi nggak pernah lupa nyari remote TV. Belum lagi si kucing yang suka ngacak-ngacak pot bunga buat latihan ngegali tambang emas.

Sampai suatu hari, Bu Reni nonton video di YouTube. Seorang influencer bilang,
“Aroma terapi bisa menenangkan hati, mengurangi stres, dan bikin rumah kayak spa.”

Bu Reni langsung melek. Spa? Di rumah sendiri? Gak perlu antri, gak perlu bayar mahal, dan yang paling penting: bisa sambil masak sayur asem.

Babak Baru: Perjalanan Si Diffuser

Hari itu juga, Bu Reni beli diffuser online. Bentuknya lucu, mirip teko imut, lengkap dengan lampu kelap-kelip warna ungu—kayak lampu disko tapi versi insaf. Dia beli juga minyak esensial—lavender, lemon, dan eucalyptus. Katanya sih, itu aroma yang bisa ngusir stres. Atau minimal ngusir bau rendang yang nyangkut di gorden.

Begitu paket datang, dia buka dengan semangat juang emak-emak lagi cari diskon di akhir bulan. Dia isi diffuser pakai air, tetesin minyak lavender tiga tetes, terus nyalain.

Dan…
Taraaa!

Ruangan yang tadinya penuh suara panci, suara sinetron, dan suara anak minta jajan berubah jadi lebih tenang. Bukan karena anak-anaknya berubah jadi malaikat, tapi karena Bu Reni sendiri jadi lebih sabar.
Ini namanya “Inner Peace”—kedamaian yang datang bukan dari luar, tapi dari hidung.

Mind Changing Concept ala Bu Reni

Biasanya tiap ada suara pecah—entah gelas, entah hati—Bu Reni langsung naik tensi. Tapi sekarang, dia duduk santai sambil ngopi dan nikmatin aroma eucalyptus yang katanya bagus buat pernapasan. Suara anak-anak ribut? Dia tinggal tarik napas dalam-dalam dan bilang:

“Husss… Mama lagi terapi. Jangan ganggu!”

Ini bukan kabur dari kenyataan. Ini “Me Time” yang udah level dewa. Karena kadang, solusi bukan di luar rumah, tapi di ujung meja makan—asal ada diffuser dan niat buat waras.

Being Professional versi Emak-Emak

Aroma terapi bukan sekadar bikin rumah wangi. Tapi juga soal menciptakan suasana. Bu Reni mulai pakai minyak lemon pas pagi hari. Biar semangat nyapu, bukan semangat marah-marah. Dia pakai lavender pas malam. Biar tidur lebih nyenyak, bukan nyenyak mikirin utang arisan.

Dia bahkan pasang diffuser di kamar mandi. Katanya biar buang air pun ada nuansa healing. Ini namanya “Luxury on Budget”—spa rasa Indomaret.

Efek Samping: Suami Jadi Ikut Waras

Pak Rendi, suaminya, awalnya nyinyir. “Apaan sih ini, rumah bau-bauan kayak toko oleh-oleh di Bali.” Tapi setelah beberapa malam tidur tanpa diganggu istri yang ngedumel, dia mulai ikut nikmatin. Bahkan pernah ketahuan ngendus-ngendus diffuser dan bilang:

“Yang, ini aroma yang kemarin ya? Enak juga ya.”

Ini namanya “Silent Conversion”—perubahan iman tanpa debat.

Swim with the Tide: Ketika Anak Ikut Nikmatin

Anak-anak juga mulai sadar. Rumah nggak se-riuh dulu. Kalau biasanya rebutan remote jadi ajang perang saudara, sekarang jadi debat santun: “Kak, boleh nonton bentar? Aromanya bikin aku pengen nonton kartun aja, deh.”

Wah, aroma terapi ini bukan main. Bukan cuma mengubah suasana rumah, tapi juga karakter penghuninya. Dari yang tadinya kayak sinetron jam tujuh malam, sekarang berubah kayak dokumenter BBC—tenang, damai, dan banyak narasi positif.

Seizing the Opportunity: Peluang Baru Bu Reni

Setelah tiga bulan hidup berdampingan dengan diffuser, Bu Reni jadi paham aroma mana yang cocok buat suasana tertentu. Dia pun iseng bikin konten. Ngasih tips di TikTok: “Aroma terapi anti ngamuk buat ibu rumah tangga!”

Eh, viral.

Follower nambah, endorse masuk, bahkan ada yang minta racikan aroma khusus.
Dari yang tadinya cuma beli diffuser biar gak stres, sekarang malah jadi sumber rejeki.

Ini namanya “Rezeki dari Hidung”—kalau ada niat dan kreativitas, bahkan aroma pun bisa jadi sumber penghasilan.

Jadi, Siapa yang Sebenarnya Perlu Terapi?

Kita semua. Mau emak-emak, anak kos, atau bapak-bapak yang suka bilang “aku gak stres, cuma capek kerja,” semua butuh ruang buat diam, buat tenang, dan buat napas panjang tanpa distraksi.

Aroma terapi bukan sulap. Tapi kadang, cuma dengan beberapa tetes minyak dan uap tipis yang melayang di udara, rumah kita bisa berubah jadi tempat pulang yang sesungguhnya.

Karena pada akhirnya, aroma itu bukan cuma wangi.
Tapi juga kenangan.
Juga kenyamanan.
Dan kadang, jadi alasan untuk tetap waras di dunia yang sering nggak jelas.

Waras Itu Pilihan

Jadi, kalau kamu lagi capek, stres, atau pengen banget kabur ke Bali tapi saldo tinggal cukup buat beli telur, coba mulai dari sini: tetesin lavender, nyalain diffuser, duduk sebentar.

Dan rasakan:
Bukan hanya rumah yang berubah. Tapi juga kamu.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *